TANTANGAN ERA MEDSOS
Membangun Toleransi Seringkali saya amati artikel-artikel tentang agama
berujung pada membanjirnya komentar dari netizen. Adu argumen dan debat dunia
maya pun tidak terhindarkan lagi. Karakter netizen saat menyampaikan
uneg-unegnya juga beraneka ragam, mulai dari yang sopan santunnya masih terjaga
sampai yang berkomentar cadas dan menyerang simbol-simbol keimanan netizen yang
lain. Ini adalah fenomena yang tidak sehat dalam membangun toleransi.
Salah satu
jurus untuk membangun toleransi adalah dengan dialog antar umat beragama.
Dialog yang dimaksud di sini memiliki makna yang lebih luas daripada sekedar
percakapan antara dua orang atau lebih. Dialog ini bisa diimplementasikan
berbeda sesuai dengan segmen masyarakat yang disasar.
Dialog mengenai kaidah-kaidah agama, dalil dan hal-hal
konseptual lainnya lebih cocok digunakan pada kalangan pemimpin-pemimpin agama.
Diasumsikan mereka telah memiliki kedewasaan berpikir tentang agama dan
keimanan, jadi pada saat-saat terjadi perbedaan (dan memang akan selalu ada
perbedaan antar agama) dialog tidak menjadi kaku melainkan jadi semakin
berwarna dan semakin menyingkap keindahan jalan-jalan yang dipilih manusia
untuk sampai pada Sang Khalik. Model ini dapat kita lihat pada forum-forum
diskusi, sarasehan atau semintar lintas agama.
Sedangkan pada
tingkat grass root, dialog seperti itu justru dapat memperuncing perbedaan
pendapat dan menimbulkan kesan konfrontasi. Oleh karena itu dialog di
tengah-tengah masyarakat lebih tepat dilakukan dengan cara yang bersifat
karitatif, gotong royong dan bersentuhan langsung dengan keseharian mereka.
Misalnya saling menjaga jika ada masyarakat pemeluk agama lain yang sedang
beribadah, bekerja sama membersihkan lingkungan kampung, silahturahmi dengan
pemeluk agama lain pada saat hari raya keagamaan dan lain-lain.
Contoh lain, pada pesta di kalangan masyarakat Toraja
yang sebagian besar beragama Katolik maupun Kristen, hidangan dari daging babi
adalah santapan yang selalu disajikan. Namun pada saat pesta berlangsung,
mereka juga tetap menyediakan makanan dengan lauk ikan maupun ayam untuk
tamu-tamu yang beragama Islam.
Contoh
berikutnya, lihatlah keharmonisan gereja Katedral dan Masjid Istiqlal Jakarta.
Kedua tempat ibadah besar ini bisa jadi saksi dinamika hidup bergandengan antar
dua agama yang berbeda. Saat perayaan Jumat Agung dan Paskah misalnya, pengurus
mesjid mempersilahkan umat yang hendak mengikuti Misa untuk memarkir
kendaraannya di halaman masjid, karena saat itu memang volume umat lebih besar
dari biasanya. Begitu pula sebaliknya, saat perayaan Idul Fitri, halaman gereja
Katedral dibuka untuk parkir jemaah yang akan melangsungkan sholat Idul Fitri
di Masjid Istiqlal
.
Inilah contoh-contoh panorama dialog antar umat beragama
pada tataran akar rumput.
Toleransi di dunia maya
Kita bisa
belajar mengembangkan semangat toleransi yang sama pada dunia maya.
Karakteristik dunia maya yang kemudian menjadi tantangan bagi kita adalah
sifatnya yang terbuka nyaris tanpa sekat ruang dan waktu. Peluang setiap orang
untuk memberi, meneruskan, menerima dan menanggapi informasi sama besarnya.
Dengan demikian ruang untuk “dialog” terbuka sangat lebar dan peluang dialog
berjalan konstruktif maupun destruktif juga sama besarnya. Hanya saja seperti
yang sudah saya sampaikan di atas, topik terkait agama di dunia maya cenderung
berkembang menjadi pembicaraan yang destruktif.
Oleh karena itu salah satu strategi membangun
toleransi pada dunia maya adalah dengan meminimalkan peluang hadirnya informasi
yang dapat menimbulkan sikap intoleransi. Dalam hal ini, ada tiga pihak yang
memiliki peranan paling penting yaitu masyarakat, pemilik portal dan pemerintah
sebagai regulator.
Masyarakat Diharapkan masyarakat lebih arif dalam menyikapi pemberitaan-pemberitaan di
media sosial. Tidak semua informasi yang berseliweran itu akurat dan valid,
apalagi jika sudah ditumpangi oleh pihak-pihak yang memang ingin
mengacaubalaukan kerukunan beragama di tanah air. Jangan mudah terprovokasi
oleh hasutan-hasutan yang menjurus kepada anarkisme. Artikel-artikel yang
semakin memperdalam khazanah keagamaan sudah tepat untuk kita santap, tetap
katakan tidak untuk artikel-artikel yang cenderung merendahkan agama lain.
Pemilik Portal.Kearifan yang sama juga diharapkan dari
para pemilik portal baik yang menayangkan berita/artikel langsung sebagai pihak
pertama maupun yang mewadahi tulisan pihak lain. Content berisi hal-hal yang
dapat merusak toleransi antar umat beragama sebaiknya jangan ditayangkan
. Berhati-hatilah memasang judul artikel. Memang judul
sangat mempengaruhi pageview, tapi masih banyak masyarakat yang menafsirkan
sebuah berita atau artikel hanya dari judulnya saja. Kemudian moderasi komentar
harus dijaga untuk meminimalkan debat kusir yang bisa menjurus pada sikap
intoleran. Memang tidak mudah, tetapi penyedia content harus memiliki mekanisme
guna mencegah pembaca-pembaca yang kurang bertanggungjawab memanfaatkan artikel
tersebut untuk menyebar permusuhan.
Pemerintah.Sebagai regulator, pemerintah juga
memiliki tanggungjawab untuk membuat dunia maya di tanah air menjadi tempat
kondusif untuk toleransi antar umat beragama. Pemerintah mesti menjadi polisi
lalu lintas informasi yang berseliweran di dunia maya. Tidak perlu
sungkan-sungkan membreidel website dan akun yang menebar virus intoleransi atau
radikalisme. Kemudian laporan dari masyarakat terhadap website atau perorangan
yang menyebarkan bibit-bibit intoleransi juga harus ditanggapi dengan serius.
Membangun forum kerukunan antar umat beragama di dunia maya sepertinya tidak
akan berjalan semulus di dunia nyata. Malah segala sesuatu yang diembel-embeli
agama selalu menjadi sasaran empuk netizen yang doyan berpolemik dan membuat
keributan. Lebih baik membuat forum yang tidak dilabeli agama tetapi
dikondisikan untuk menerima siapapun yang ingin bergabung, apapun agamanya.
Saat ini sudah banyak komunitas yang berkiprah di
dunia nyata yang diawali dengan kumpul-kumpul di dunia maya. Anggota-anggota
komunitas saat berkumpul tidak lagi mempersoalkan latar belakang agama,
melainkan larut dalam kebersamaan berdasarkan hobi atau kepentingan mereka.
TANTANGAN ERA MEDSOS
Membangun Toleransi Seringkali saya amati artikel-artikel tentang agama
berujung pada membanjirnya komentar dari netizen. Adu argumen dan debat dunia
maya pun tidak terhindarkan lagi. Karakter netizen saat menyampaikan
uneg-unegnya juga beraneka ragam, mulai dari yang sopan santunnya masih terjaga
sampai yang berkomentar cadas dan menyerang simbol-simbol keimanan netizen yang
lain. Ini adalah fenomena yang tidak sehat dalam membangun toleransi.
Salah satu
jurus untuk membangun toleransi adalah dengan dialog antar umat beragama.
Dialog yang dimaksud di sini memiliki makna yang lebih luas daripada sekedar
percakapan antara dua orang atau lebih. Dialog ini bisa diimplementasikan
berbeda sesuai dengan segmen masyarakat yang disasar.
Dialog mengenai kaidah-kaidah agama, dalil dan hal-hal
konseptual lainnya lebih cocok digunakan pada kalangan pemimpin-pemimpin agama.
Diasumsikan mereka telah memiliki kedewasaan berpikir tentang agama dan
keimanan, jadi pada saat-saat terjadi perbedaan (dan memang akan selalu ada
perbedaan antar agama) dialog tidak menjadi kaku melainkan jadi semakin
berwarna dan semakin menyingkap keindahan jalan-jalan yang dipilih manusia
untuk sampai pada Sang Khalik. Model ini dapat kita lihat pada forum-forum
diskusi, sarasehan atau semintar lintas agama.
Sedangkan pada
tingkat grass root, dialog seperti itu justru dapat memperuncing perbedaan
pendapat dan menimbulkan kesan konfrontasi. Oleh karena itu dialog di
tengah-tengah masyarakat lebih tepat dilakukan dengan cara yang bersifat
karitatif, gotong royong dan bersentuhan langsung dengan keseharian mereka.
Misalnya saling menjaga jika ada masyarakat pemeluk agama lain yang sedang
beribadah, bekerja sama membersihkan lingkungan kampung, silahturahmi dengan
pemeluk agama lain pada saat hari raya keagamaan dan lain-lain.
Contoh lain, pada pesta di kalangan masyarakat Toraja
yang sebagian besar beragama Katolik maupun Kristen, hidangan dari daging babi
adalah santapan yang selalu disajikan. Namun pada saat pesta berlangsung,
mereka juga tetap menyediakan makanan dengan lauk ikan maupun ayam untuk
tamu-tamu yang beragama Islam.
Contoh
berikutnya, lihatlah keharmonisan gereja Katedral dan Masjid Istiqlal Jakarta.
Kedua tempat ibadah besar ini bisa jadi saksi dinamika hidup bergandengan antar
dua agama yang berbeda. Saat perayaan Jumat Agung dan Paskah misalnya, pengurus
mesjid mempersilahkan umat yang hendak mengikuti Misa untuk memarkir
kendaraannya di halaman masjid, karena saat itu memang volume umat lebih besar
dari biasanya. Begitu pula sebaliknya, saat perayaan Idul Fitri, halaman gereja
Katedral dibuka untuk parkir jemaah yang akan melangsungkan sholat Idul Fitri
di Masjid Istiqlal
.
Inilah contoh-contoh panorama dialog antar umat beragama
pada tataran akar rumput.
Toleransi di dunia maya
Kita bisa
belajar mengembangkan semangat toleransi yang sama pada dunia maya.
Karakteristik dunia maya yang kemudian menjadi tantangan bagi kita adalah
sifatnya yang terbuka nyaris tanpa sekat ruang dan waktu. Peluang setiap orang
untuk memberi, meneruskan, menerima dan menanggapi informasi sama besarnya.
Dengan demikian ruang untuk “dialog” terbuka sangat lebar dan peluang dialog
berjalan konstruktif maupun destruktif juga sama besarnya. Hanya saja seperti
yang sudah saya sampaikan di atas, topik terkait agama di dunia maya cenderung
berkembang menjadi pembicaraan yang destruktif.
Oleh karena itu salah satu strategi membangun
toleransi pada dunia maya adalah dengan meminimalkan peluang hadirnya informasi
yang dapat menimbulkan sikap intoleransi. Dalam hal ini, ada tiga pihak yang
memiliki peranan paling penting yaitu masyarakat, pemilik portal dan pemerintah
sebagai regulator.
Masyarakat Diharapkan masyarakat lebih arif dalam menyikapi pemberitaan-pemberitaan di
media sosial. Tidak semua informasi yang berseliweran itu akurat dan valid,
apalagi jika sudah ditumpangi oleh pihak-pihak yang memang ingin
mengacaubalaukan kerukunan beragama di tanah air. Jangan mudah terprovokasi
oleh hasutan-hasutan yang menjurus kepada anarkisme. Artikel-artikel yang
semakin memperdalam khazanah keagamaan sudah tepat untuk kita santap, tetap
katakan tidak untuk artikel-artikel yang cenderung merendahkan agama lain.
Pemilik Portal.Kearifan yang sama juga diharapkan dari
para pemilik portal baik yang menayangkan berita/artikel langsung sebagai pihak
pertama maupun yang mewadahi tulisan pihak lain. Content berisi hal-hal yang
dapat merusak toleransi antar umat beragama sebaiknya jangan ditayangkan
. Berhati-hatilah memasang judul artikel. Memang judul
sangat mempengaruhi pageview, tapi masih banyak masyarakat yang menafsirkan
sebuah berita atau artikel hanya dari judulnya saja. Kemudian moderasi komentar
harus dijaga untuk meminimalkan debat kusir yang bisa menjurus pada sikap
intoleran. Memang tidak mudah, tetapi penyedia content harus memiliki mekanisme
guna mencegah pembaca-pembaca yang kurang bertanggungjawab memanfaatkan artikel
tersebut untuk menyebar permusuhan.
Pemerintah.Sebagai regulator, pemerintah juga
memiliki tanggungjawab untuk membuat dunia maya di tanah air menjadi tempat
kondusif untuk toleransi antar umat beragama. Pemerintah mesti menjadi polisi
lalu lintas informasi yang berseliweran di dunia maya. Tidak perlu
sungkan-sungkan membreidel website dan akun yang menebar virus intoleransi atau
radikalisme. Kemudian laporan dari masyarakat terhadap website atau perorangan
yang menyebarkan bibit-bibit intoleransi juga harus ditanggapi dengan serius.
Membangun forum kerukunan antar umat beragama di dunia maya sepertinya tidak
akan berjalan semulus di dunia nyata. Malah segala sesuatu yang diembel-embeli
agama selalu menjadi sasaran empuk netizen yang doyan berpolemik dan membuat
keributan. Lebih baik membuat forum yang tidak dilabeli agama tetapi
dikondisikan untuk menerima siapapun yang ingin bergabung, apapun agamanya.
Saat ini sudah banyak komunitas yang berkiprah di
dunia nyata yang diawali dengan kumpul-kumpul di dunia maya. Anggota-anggota
komunitas saat berkumpul tidak lagi mempersoalkan latar belakang agama,
melainkan larut dalam kebersamaan berdasarkan hobi atau kepentingan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar